Setiap kali menghirup asap rokok, entah sengaja atau tidak, berarti  juga mengisap lebih dari 4.000 macam racun! Karena itulah, merokok sama  dengan memasukkan racun-racun tadi ke dalam rongga mulut dan tentunya  paru-paru. Merokok mengganggu kesehatan, kenyataan ini tidak dapat kita  mungkiri. Banyak penyakit telah terbukti menjadi akibat buruk merokok,  baik secara langsung maupun tidak langsung. Kebiasaan merokok bukan saja  merugikan si perokok, tetapi juga bagi orang di sekitarnya.
Saat ini jumlah perokok, terutama perokok remaja terus bertambah,  khususnya di negara-negara berkembang. Keadaan ini merupakan tantangan  berat bagi upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Bahkan  organisasi kesehatan sedunia (WHO) telah memberikan peringatan bahwa  dalam dekade 2020-2030 tembakau akan membunuh 10 juta orang per tahun,  70% di antaranya terjadi di negara-negara berkembang.
Melalui resolusi tahun 1983, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah  menetapkan tanggal 31 Mei sebagai Hari Bebas Tembakau Sedunia setiap  tahun.
Bahaya merokok  terhadap kesehatan tubuh telah diteliti dan dibuktikan oleh banyak  orang. Efek-efek yang merugikan akibat merokok pun sudah diketahui  dengan jelas. Banyak penelitian membuktikan bahwa kebiasaan merokok  meningkatkan risiko timbulnya berbagai penyakit. Seperti penyakit  jantung dan gangguan pembuluh darah, kanker paru-paru, kanker rongga  mulut, kanker laring, kanker osefagus, bronkhitis, tekanan darah tinggi,  impotensi, serta gangguan kehamilan dan cacat pada janin.
Penelitian terbaru juga menunjukkan adanya bahaya dari  secondhand-smoke, yaitu asap rokok yang terhirup oleh orang-orang bukan  perokok karena berada di sekitar perokok, atau biasa disebut juga dengan  perokok pasif.
ZAT KIMIA
Rokok tentu tidak dapat dipisahkan dari bahan baku pembuatannya,  yakni tembakau. Di Indonesia, tembakau ditambah cengkih dan bahan-bahan  lain dicampur untuk dibuat rokok kretek. Selain kretek, tembakau juga  dapat digunakan sebagai rokok linting, rokok putih, cerutu, rokok pipa,  dan tembakau tanpa asap (chewing tobacco atau tembakau kunyah).
Komponen gas asap rokok adalah karbon monoksida, amoniak, asam  hidrosianat, nitrogen oksida, dan formaldehid. Partikelnya berupa tar,  indol, nikotin, karbarzol, dan kresol. Zat-zat ini beracun, mengiritasi,  dan menimbulkan kanker (karsinogen).
NIKOTIN
Zat yang paling sering dibicarakan dan diteliti orang, meracuni saraf  tubuh, meningkatkan tekanan darah, menimbulkan penyempitan pembuluh  darah tepi, dan menyebabkan ketagihan dan ketergantungan pada  pemakainya. Kadar nikotin 4-6 mg yang diisap oleh orang dewasa setiap  hari sudah bisa membuat seseorang ketagihan. Di Amerika Serikat, rokok  putih yang beredar di pasaran memiliki kadar 8-10 mg nikotin per batang,  sementara di Indonesia berkadar nikotin 17 mg per batang.
TIMAH HITAM (Pb)
Timah hitam yang dihasilkan oleh sebatang rokok sebanyak 0,5 ug.  Sebungkus rokok (isi 20 batang) yang habis diisap dalam satu hari akan  menghasilkan 10 ug. Sementara ambang batas bahaya timah hitam yang masuk  ke dalam tubuh adalah 20 ug per hari. Bisa dibayangkan, bila seorang  perokok berat menghisap rata-rata 2 bungkus rokok per hari, berapa  banyak zat berbahaya ini masuk ke dalam tubuh!
GAS KARBONMONOKSIDA (CO)
Karbon Monoksida memiliki kecenderungan yang kuat untuk berikatan  dengan hemoglobin dalam sel-sel darah merah. Seharusnya, hemoglobin ini  berikatan dengan oksigen yang sangat penting untuk pernapasan sel-sel  tubuh, tapi karena gas CO lebih kuat daripada oksigen, maka gas CO ini  merebut tempatnya “di sisi” hemoglobin. Jadilah, hemoglobin bergandengan  dengan gas CO. Kadar gas CO dalam darah bukan perokok kurang dari 1  persen, sementara dalam darah perokok mencapai 4 – 15 persen.  Berlipat-lipat!
TAR
Tar adalah kumpulan dari beribu-ribu bahan kimia dalam komponen padat  asap rokok, dan bersifat karsinogen. Pada saat rokok dihisap, tar masuk  ke dalam rongga mulut sebagai uap padat. Setelah dingin, akan menjadi  padat dan membentuk endapan berwarna cokelat pada permukaan gigi,  saluran pernapasan, dan paru-paru. Pengendapan ini bervariasi antara  3-40 mg per batang rokok, sementara kadar tar dalam rokok berkisar 24 –  45 mg.
DAMPAK PARU-PARU
Merokok dapat menyebabkan perubahan struktur dan fungsi saluran napas  dan jaringan paru-paru. Pada saluran napas besar, sel mukosa membesar  (hipertrofi) dan kelenjar mucus bertambah banyak (hiperplasia). Pada  saluran napas kecil, terjadi radang ringan hingga penyempitan akibat  bertambahnya sel dan penumpukan lendir. Pada jaringan paru-paru, terjadi  peningkatan jumlah sel radang dan kerusakan alveoli.
Akibat perubahan anatomi saluran napas, pada perokok akan timbul  perubahan pada fungsi paru-paru dengan segala macam gejala klinisnya.  Hal ini menjadi dasar utama terjadinya penyakit obstruksi paru menahun  (PPOM). Dikatakan merokok merupakan penyebab utama timbulnya PPOM,  termasuk emfisema paru-paru, bronkitis kronis, dan asma.
Hubungan antara merokok dan kanker paru-paru telah diteliti dalam 4-5  dekade terakhir ini. Didapatkan hubungan erat antara kebiasaan merokok,  terutama sigaret, dengan timbulnya kanker paru-paru. Bahkan ada yang  secara tegas menyatakan bahwa rokok sebagai penyebab utama terjadinya  kanker paru-paru.
Partikel asap rokok, seperti benzopiren, dibenzopiren, dan uretan,  dikenal sebagai bahan karsinogen. Juga tar berhubungan dengan risiko  terjadinya kanker. Dibandingkan dengan bukan perokok, kemungkinan timbul  kanker paru-paru pada perokok mencapai 10-30 kali lebih sering.
DAMPAK TERHADAP JANTUNG
Banyak penelitian telah membuktikan adanya hubungan merokok dengan  penyakit jantung koroner (PJK). Dari 11 juta kematian per tahun di  negara industri maju, WHO melaporkan lebih dari setengah (6 juta)  disebabkan gangguan sirkulasi darah, di mana 2,5 juta adalah penyakit  jantung koroner dan 1,5 juta adalah stroke. Survei Depkes RI tahun 1986  dan 1992, mendapatkan peningkatan kematian akibat penyakit jantung dari  9,7 persen (peringkat ketiga) menjadi 16 persen (peringkat pertama).
Merokok menjadi faktor utama penyebab penyakit pembuluh darah jantung  tersebut. Bukan hanya menyebabkan penyakit jantung koroner, merokok  juga berakibat buruk bagi pembuluh darah otak dan perifer.
Asap yang diembuskan para perokok dapat dibagi atas asap utama (main  stream smoke) dan asap samping (side stream smoke). Asap utama merupakan  asap tembakau yang dihirup langsung oleh perokok, sedangkan asap  samping merupakan asap tembakau yang disebarkan ke udara bebas, yang  akan dihirup oleh orang lain atau perokok pasif.
Telah ditemukan 4.000 jenis bahan kimia dalam rokok, dengan 40 jenis  di antaranya bersifat karsinogenik (dapat menyebabkan kanker), di mana  bahan racun ini lebih banyak didapatkan pada asap samping, misalnya  karbon monoksida (CO) 5 kali lipat lebih banyak ditemukan pada asap  samping daripada asap utama, benzopiren 3 kali, dan amoniak 50 kali.  Bahan-bahan ini dapat bertahan sampai beberapa jam lamanya dalam ruang  setelah rokok berhenti.
Umumnya fokus penelitian ditujukan pada peranan nikotin dan CO. Kedua  bahan ini, selain meningkatkan kebutuhan oksigen, juga mengganggu  suplai oksigen ke otot jantung (miokard) sehingga merugikan kerja  miokard.
Nikotin mengganggu sistem saraf simpatis dengan akibat meningkatnya  kebutuhan oksigen miokard. Selain menyebabkan ketagihan merokok, nikotin  juga merangsang pelepasan adrenalin, meningkatkan frekuensi denyut  jantung, tekanan darah, kebutuhan oksigen jantung, serta menyebabkan  gangguan irama jantung. Nikotin juga mengganggu kerja saraf, otak, dan  banyak bagian tubuh lainnya. Nikotin mengaktifkan trombosit dengan  akibat timbulnya adhesi trombosit (penggumpalan) ke dinding pembuluh  darah.
Karbon monoksida menimbulkan desaturasi hemoglobin, menurunkan  langsung persediaan oksigen untuk jaringan seluruh tubuh termasuk  miokard. CO menggantikan tempat oksigen di hemoglobin, mengganggu  pelepasan oksigen, dan mempercepat aterosklerosis (pengapuran/penebalan  dinding pembuluh darah). Dengan demikian, CO menurunkan kapasitas  latihan fisik, meningkatkan viskositas darah, sehingga mempermudah  penggumpalan darah.
Nikotin, CO, dan bahan-bahan lain dalam asap rokok terbukti merusak  endotel (dinding dalam pembuluh darah), dan mempermudah timbulnya  penggumpalan darah. Di samping itu, asap rokok mempengaruhi profil  lemak. Dibandingkan dengan bukan perokok, kadar kolesterol total,  kolesterol LDL, dan trigliserida darah perokok lebih tinggi, sedangkan  kolesterol HDL lebih rendah.
PENYAKIT JANTUNG KORONER
Merokok terbukti merupakan faktor risiko terbesar untuk mati mendadak.
Risiko terjadinya penyakit jantung koroner meningkat 2-4 kali pada  perokok dibandingkan dengan bukan perokok. Risiko ini meningkat dengan  bertambahnya usia dan jumlah rokok yang diisap. Penelitian menunjukkan  bahwa faktor risiko merokok bekerja sinergis dengan faktor-faktor lain,  seperti hipertensi, kadar lemak atau gula darah yang tinggi, terhadap  tercetusnya PJK.
Perlu diketahui bahwa risiko kematian akibat penyakit jantung koroner  berkurang dengan 50 persen pada tahun pertama sesudah rokok dihentikan.  Akibat penggumpalan (trombosis) dan pengapuran (aterosklerosis) dinding  pembuluh darah, merokok jelas akan merusak pembuluh darah perifer.
PPDP yang melibatkan pembuluh darah arteri dan vena di tungkai bawah  atau tangan sering ditemukan pada dewasa muda perokok berat, sering akan  berakhir dengan amputasi.
PENYAKIT (STROKE)
Penyumbatan pembuluh darah otak yang bersifat mendadak atau stroke  banyak dikaitkan dengan merokok. Risiko stroke dan risiko kematian lebih  tinggi pada perokok dibandingkan dengan bukan perokok.
Dalam penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat dan Inggris,  didapatkan kebiasaan merokok memperbesar kemungkinan timbulnya AIDS pada  pengidap HIV. Pada kelompok perokok, AIDS timbul rata-rata dalam 8,17  bulan, sedangkan pada kelompok bukan perokok timbul setelah 14,5 bulan.  Penurunan kekebalan tubuh pada perokok menjadi pencetus lebih mudahnya  terkena AIDS sehingga berhenti merokok penting sekali dalam langkah  pertahanan melawan AIDS.
Kini makin banyak diteliti dan dilaporkan pengaruh buruk merokok pada  ibu hamil, impotensi, menurunnya kekebalan individu, termasuk pada  pengidap virus hepatitis, kanker saluran cerna, dan lain-lain. Dari  sudut ekonomi kesehatan, dampak penyakit yang timbul akibat merokok  jelas akan menambah biaya yang dikeluarkan, baik bagi individu,  keluarga, perusahaan, bahkan negara.
Penyakit-penyakit yang timbul akibat merokok mempengaruhi penyediaan  tenaga kerja, terutama tenaga terampil atau tenaga eksekutif, dengan  kematian mendadak atau kelumpuhan yang timbul jelas menimbulkan kerugian  besar bagi perusahaan. Penurunan produktivitas tenaga kerja menimbulkan  penurunan pendapatan perusahaan, juga beban ekonomi yang tidak sedikit  bagi individu dan keluarga. Pengeluaran untuk biaya kesehatan meningkat,  bagi keluarga, perusahaan, maupun pemerintah.
KEBIASAAN MEROKOK
Sudah seharusnya upaya menghentikan kebiasaan merokok menjadi tugas  dan tanggung jawab dari segenap lapisan masyarakat. Usaha penerangan dan  penyuluhan, khususnya di kalangan generasi muda, dapat pula dikaitkan  dengan usaha penanggulangan bahaya narkotika, usaha kesehatan sekolah,  dan penyuluhan kesehatan masyarakat pada umumnya.
Tokoh-tokoh panutan masyarakat, termasuk para pejabat, pemimpin  agama, guru, petugas kesehatan, artis, dan olahragawan, sudah sepatutnya  menjadi teladan dengan tidak merokok. Perlu pula pembatasan kesempatan  merokok di tempat-tempat umum, sekolah, kendaraan umum, dan tempat  kerja; pengaturan dan penertiban iklan promosi rokok; memasang  peringatan kesehatan pada bungkus rokok dan iklan rokok.
Iklim tidak merokok harus diciptakan. Ini harus dilaksanakan serempak  oleh kita semua, yang menginginkan tercapainya negara dan bangsa  Indonesia yang sehat dan makmur.
GERBANG NARKOBA
Akibat kronik yang paling gawat dari penggunaan nikotin adalah  ketergantungan. Sekali seseorang menjadi perokok, akan sulit mengakhiri  kebiasaan itu baik secara fisik maupun psikologis. Merokok menjadi  sebuah kebiasaan yang kompulsif, dimulai dengan upacara menyalakan rokok  dan menghembuskan asap yang dilakukan berulang-ulang.
Karena sifat adiktifnya (membuat seseorang menjadi ketagihan) rokok  dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM IV)  dikelompokkan menjadi Nicotine Related Disorders. Sedangkan WHO  menggolongkannya sebagai bentuk ketagihan. Proses farmakologis dan  perilaku yang menentukan ketagihan tembakau sama dengan proses yang  menimbulkan ketagihan pada obat, seperti heroin dan kokain.
Nikotin mempunyai sifat mempengaruhi dopamin otak dengan proses yang  sama seperti obat-obatan tersebut. Dalam urutan sifat ketagihan zat  psikoaktif, nikotin lebih menimbulkan ketagihan dibanding heroin,  kokain, alkohol, kafein dan marijuana. Menurut Flemming, Glyn dan  Ershler merokok merupakan tingkatan awal untuk menjadi penyalahguna  obat-obatan (drug abuse). Mencoba merokok secara signifikan membuka  peluang penggunaan obat-obatan terlarang di masa yang akan datang.
Berdasarkan data epidemiologi diketahui kurang lebih 20% dari perokok  memiliki risiko delapan kali menjadi penyalahguna NAPZA, dan berisiko  sebelas kali untuk menjadi peminum berat dibandingkan dengan mereka yang  tidak merokok. Perhatian khusus mengenai masalah ini dikaitkan dengan  meningkatnya jumlah perokok remaja.
Menangani masalah kebiasaan merokok pada remaja diharapkan dapat  mencegah masalah yang akan timbul dikemudian hari berkaitan kebiasaan  tersebut, salah satunya adalah pencegahan penyalahgunaan narkoba.  Menurut Teddy Hidayat, Spesialis Kedokteran Jiwa, Remaja yang berisiko  tinggi adalah remaja-remaja yang memiliki sifat pemuasaan segera, kurang  mampu menunda keinginan, merasa kosong dan mudah bosan, mudah cemas,  gelisah, dan depresif.
Pemahaman tentang kebiasaan merokok dan kecenderungan sifat  kepribadian seseorang akan sangat membantu upaya menghentikan kebiasaan  yang merugikan tersebut. Untuk pencegahan kebiasaan merokok pada  anak-anak dan remaja. Orang tua serta guru memegang peranan besar untuk  mengawasi, memberikan informasi yang benar dan yang terpenting tidak  menjadi contoh perilaku individu yang ketagihan kebiasaan merokok.
GANGGU KESEHATAN JIWA
Merokok berkaitan erat dengan disabilitas dan penurunan kualitas  hidup. Dalam sebuah penelitian di Jerman sejak tahun 1997-1999 yang  melibatkan 4.181 responden, disimpulkan bahwa responden yang memilki  ketergantungan nikotin memiliki kualitas hidup yang lebih buruk, dan  hampir 50% dari responden perokok memiliki setidaknya satu jenis  gangguan kejiwaan. Selain itu diketahui pula bahwa pasien gangguan jiwa  cenderung lebih sering menjadi perokok, yaitu pada 50% penderita  gangguan jiwa, 70% pasien maniakal yang berobat rawat jalan dan 90% dari  pasien-pasien skizrofen yang berobat jalan.
Berdasaran penelitian dari CASA (Columbian University`s National  Center On Addiction and Substance Abuse), remaja perokok memiliki risiko  dua kali lipat mengalami gejala-gejala depresi dibandingkan remaja yang  tidak merokok. Para perokok aktif pun tampaknya lebih sering mengalami  serangan panik dari pada mereka yang tidak merokok Banyak penelitian  yang membuktikan bahwa merokok dan depresi merupakan suatu hubungan yang  saling berkaitan. Depresi menyebabkan seseorang merokok dan para  perokok biasanya memiliki gejala-gejala depresi dan kecemasan  (ansietas).
Sebagian besar penderita depresi mengaku pernah merokok di dalam  hidupnya. Riwayat adanya depresi pun berkaitan dengan ada tidaknya  gejala putus obat (withdrawal) terhadap nikotin saat seseorang  memutuskan berhenti merokok. Sebanyak 75% penderita depresi yang mencoba  berhenti merokok mengalami gejala putus obat tersebut. Hal ini tentunya  berkaitan dengan meningkatnya angka kegagalan usaha berhenti merokok  dan relaps pada penderita depresi.
Selain itu, gejala putus zat nikotin mirip dengan gejala depresi.  Namun, dilaporkan bahwa gejala putus obat yang dialami oleh pasien  depresi lebih bersifat gejala fisik misalnya berkurangnya konsentrasi,  gangguan tidur, rasa lelah dan peningkatan berat badan).
Nikotin sebagai obat gangguan kejiwaan Merokok sebagai salah satu  bentuk terapi untuk gangguan kejiwaan masih menjadi perdebatan yang  kontroversial. Gangguan kejiwaan dapat menyebabkan seseorang untuk  merokok dan merokok dapat menyebabkan gangguan kejiwaan, walau jumlahnya  sangat sedikit, sekitar 70% perokok tidak memiliki gejala gangguan  jiwa.
Secara umum merokok dapat menyebabkan peningkatan konsentrasi,  menekan rasa lapar, menekan kecemasan, dan depresi. Dalam beberapa  penelitian nikotin terbukti efektif untuk pengobatan depresi. Pada  dasarnya nikotin memberikan peluang yang menjanjikan untuk digunakan  sebagai obat psikoaktif. Namun nikotin memiliki terapheutic index yang  sangat sempit, sehingga rentang antara dosis yang tepat untuk terapi dan  dosis yang bersifat toksis sangatlah sempit.
Sehingga dipikirkan suatu bentuk pemberian nikotin tidak dalam bentuk  murni tetapi dalam bentuk analognya. Namun, kerangka pemikiran  pemberian nikotin sebagai obat tidaklah dalam bentuk kebiasaan merokok.  Seperti halnya morfin yang digunakan sebagai obat analgesik kuat  (penahan rasa sakit), pemberiannya harus dalam pengawasan dokter.  Gawatnya, saat ini nikotin bisa didapatkan dengan bebas dan mudah dalam  sebatang rokok, hal ini perlu diwaspadai karena kebiasaan merokok tidak  lantas menjadi sebuah pembenaran untuk pengobatan gejala gangguan  kejiwaan.
SISTIM REPRODUKSI
Studi tentang rokok dan reproduksi yang dilakukan sepanjang 2 dekade  itu berkesimpulan bahwa merokok dapat menyebabkan rusaknya sistim  reproduksi seseorang mulai dari masa pubertas sampai usia dewasa
Pada penelitian yang dilakukan Dr. Sinead Jones, direktur The British  Medical Assosiation’s Tobacco Control Resource Centre, ditemukan bahwa  wanita yang merokok memiliki kemungkinan relatif lebih kecil untuk  mendapatkan keturunan.
pria akan mengalami 2 kali resiko terjadi infertil (tidak subur)  serta mengalami resiko kerusakan DNA pada sel spermanya. Sedangkan hasil  penelitian pada wanita hamil terjadi peningkatan insiden keguguran.  Penelitian tersebut mengatakan dari 3000 sampai 5000 kejadian keguguran  per tahun di Inggris, berhubungan erat dengan merokok.
120.000 pria di Inggris yang berusia antara 30 sampai50 tahun  mengalami impotensi akibat merokok. Lebih buruk lagi, rokok berimplikasi  terhadap 1200 kasus kanker rahim per tahunnya.
WANITA MEROKOK, MENOPAUSE DINI
Perempuan yang merokok sangat mungkin untuk mulai memasuki masa  menopause sebelum usia 45 tahun dan juga membuat mereka menghadapi  resiko osteoporosis dan serangan jantung, demikian laporan beberapa  peneliti Norwegia.
“Di antara sebanyak 2.123 perempuan yang berusia 59 sampai 60 tahun,  mereka yang saat ini merokok, 59% lebih mungkin mengalami menopause dini  dibandingkan dengan perempuan yang tidak merokok,” kata Dr. Thea F.  Mikkelsen dari University of Oslo dan rekannya.
Bagi perokok paling berat, resiko menopause dini hampir dua kali  lipat. Namun, perempuan yang dulunya merokok, tapi berhenti setidaknya  10 tahun sebelum menopause, pada dasarnya kurang mungkin untuk berhenti  menstruasi dibandingkan dengan perokok sebelum usia 45 tahun.
Ada bukti bahwa merokok belakangan dalam kehidupan membuat seorang  perempuan lebih mungkin untuk mengalami menopause dini, sedangkan  perokok yang berhenti sebelum berusia setengah baya mungkin tak  terpengaruh, kata Mikkelsen dan timnya di dalam jurnal Online, BMC  Public Health.
Mereka meneliti hubungan lebih lanjut dan menetapkan apakah menjadi  perokok pasif juga mungkin mempengaruhi waktu menopause. Para peneliti  tersebut mendapati bahwa hampir 10% perempuan memasuki menopause sebelum  usia 45 tahun.
KEBIJAKAN PEMERINTAH
Menurut Menkessos, pertumbuhan yang sangat cepat ini membuat  Indonesia diperkirakan akan mencapai rekor, terutama dengan berbagai  masalah kesehatan yang cukup berat, di antaranya berkaitan dengan rokok.  Sementara itu diakui Menkessos, larangan membatasi aktivitas merokok di  tempat umum masih belum bisa dilakukan lebih tegas.
Meski PP nomor 81/1999 yang diperbarui dengan PP 38/2000 tentang  Pengamanan Rokok bagi Kesehatan sudah diberlakukan, tetapi diakui pula,  law enforcement-nya belum ada sehingga belum memiliki kekuatan.
detikcomTingginya target penerimaan negara dari cukai rokok yang  mencapai Rp 17 triliun pada anggaran 2001 dinilai telah menyebabkan  pemerintah tidak konsisten menegakkan PP No.38/2000 tentang pengamanan  rokok bagi kesehatan.
Komisi VII DPR mendesak untuk mengatur masalah rokok itu dibuat dalam  bentuk UU, sehingga masyarakat akan mempunyai posisi tawar yang cukup  kuat. Disamping itu, DPR akan dapat melakukan pengawasan yang ketat  terhadap pemerintah maupun industri rokok.
Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) akan menindak tegas  perusahaan rokok yang menayangkan iklan rokok di media elektronik di  bawah pukul 21:30 waktu setempat. “Bila teguran ini tidak diindahkan,  BPOM akan melakukan upaya hukum sesuai dengan peraturan  perundang-undangan yang berlaku,” tegasnya. Iklan rokok yang melanggar  ketentuan PP No.81 tahun 1999 tentang Pengamanan Rokok Bagi Kesehatan  dan PP No.38 tahun 2000 tentang Perubahan Atas PP no 81 tahun 1999 akan  dikenakan pidana penjara paling lama lima tahun dan atau pidana denda  paling banyak Rp100 juta. Penerimaan cukai rokok pada tahun 2000  mencapai Rp 10,27 triliun, sedangkan belanja kesehatan akibat merokok  sesuai data dari Ditjen POM Depkes pada tahun yang sama mencapai Rp 11  triliun.